Sabtu, 03 Oktober 2009

Perintis Lingkungan Hidup Peraih Penghargaan Kalpataru Tahun 1982


Hutan mempunyai arti penting begi kehidupan manusia. Disamping memberikan hasil berupa kayu dan kekayaan alam yang terkandung di dalam nya,hutan juga memberikan sumber air, mencegah erosi dan sebagainya.

Namun manusia sering tidak mau mengerti. Penebangan dan pembakaran hutan terjadi dimana-mana, tanpa memperhitungkan akibatnya. Demikian halnya yang terjadi di Cianjur Selatan, tepatnya di desa Cidamar Kecamatan Cidaun. Daerah yang dulunya hijau penuh hutan menjadi gundul gersang. Akibatnya banjir dan erosi merajarela.

Melihat keadaan yang semakin parah, seseorang yang bernama Samsi Puradiwangsa merasa terpanggil untuk turun tangan. Pada tahun 1959, ketika masih aktif mengajar di berbagai sekolah di Cianjur, beliau mulai berjuang mengamankan hutan yang tersisa. Tanpa mengenal lelah beliau keluar masuk Cidamar, berusaha menyadarkan masyarakat setempat untuk mengolah tanahnya dengan baik tanpa merusak hutan, antara lain melalui dakwah dan ceramah-ceramah.

Untuk itu Beliau harus mondar-mandir dari Cianjur ke Cidamar dengan berjalan kaki dan menyebrangi 7 buah sungai dengan getek ( alat transportasi sungai terbuat dari bambu ). Dari Cianjur ke Cidamar, waktu itu harus ditempuh selama satu hari satu malam.

Tahun 1961 Beliau mulai aktif menghubungi pihak pemerintah untuk merubah status hutan yang tak bertuan untuk dijadikan hutan lindung ( cagar alam ). Di sela-sela kesibukannya sebagai guru, Samsi Puradiwangsa mengadakan kontak dengan pihak pemerintah baik daerah maupun pusat.

Pada tahun 1973 apa yang diidamkannnya jadi kenyataan. Hutan seluas 750 hektar dijadikan hutan lindung yang dikenal sebagai Cagar Alam Bojonglarang Djayanti. Cagar Alam tersebut adalah hutan primer satu-satunya yang masih tersisa.

Selama perjuangannya dalam usaha mengamankan hutan Samsi Puradiwangsa selalu mengikuti perkembangannya secara terus menerus ( monitoring ).

Hasil monitoring dipakai sebagai bahan untuk melakukan penerangan selanjutnya. Selain itu juga dipakai sebagai bahan penulisan skripsinya di Institut Keguruan Ilmu Pendidikan Bandung

( sekarang UPI ). Sehingga pada tahun 1975 memperoleh gelar sarjana lengkap.

Berkat jasa Samsi Puradiwangsa, kini masyarakat setempat menjadi sadar akan pentingnya hutan. Tidak ada lagi penebangan hutan, bahkan masyarakat mengusulkan agar daerah hulu sungai Cidamar dihutankan juga, karena pemukiman mereka terancam banjir.

Tapi sayang sikap kesadaran masyarakat Cidaun tersebut hanya bertahan beberapa tahun saja, sekarang hutan kembali ke asal semula menjadi gundul lagi, padahal pemerintah sudah menyatakan hutan sebagai cagar alam. Generasi muda di Cidamar seolah tak peduli lagi pada lingkungannya sendiri yang notabene sebenarnya merupakan amanah dari yang kuasa yang sudah sepantasnya kita jaga.

Bapak Samsi Puradiwangsa yang kian renta dan sekarang berdomisili di Bandung sering kali menangisi hasil perjuangannya, beliau kecewa pada masyarakat Cidamar. Beberapa tahun yang lalu sebelum beliau mengalami pikun?????. beliau berkunjung ke Cidamar sambil memeluk tunggul kayu beliau pun meneteskan air mata. Air mata kekecewaan sekaligus ungkapan rasa sayangnya pada hutan malangnya. Padahal beliau sangat menaruh harapan yang tinggi pada generasi muda di sana untuk menjaga dan meneruskan perjuangan untuk merawat Hutan lindung Bojonglarang karena apa daya tubuhnya yang kian renta tak lagi perkasa untuk melintasi tujuh sungai lagi.

Note ini saya buat sebagai tribute untuk kakek saya, H. Samsi Puradiwangsa.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar anda sangat berharga,,